Namaku Ponem

Ponem telah mempertaruhkan semua hanya agar anak-anaknya dapat makan cukup. Ya. Ia mengabaikan suami yang tidak peduli, uang belanja yang bahkan tidak cukup untuk hidup 2 minggu, bahkan isyarat tubuh untuk makan dan istirahat layak. Hingga akhirnya Ponem harus menyerah karena sakitnya. Bilah demi bilah bambu dan anyaman kepangnya adalah pinta sederhana di malam-malam sepi.

"Jadilah pribadi yang lurus hati Le, seperti namamu: Wisanggeni. Tegakkan kebenaran dan perangilah kebatilan. Jadilah seorang yang pemberani dan tegas dalam bersikap".

Itu doa yang selalu Ponem daraskan saat menatap anak sulungnya, ditengah gemulai jemarinya menganyam kepang.

Setelah semua yang dilakukan Ponem untuk ikut menopang rumah dan keluarga kecilnya, akankah suaminya mengerti? Akankah ada yang berubah? Apakah doa dan harapan Ponem akan terwujud?